Mengubah Energi Sosial Menjadi Energi Listrik
Ilustrasi: wealthartisan.com/ |
Rasio itu bisa terus meningkat, karena negara ini kaya akan
limpahan sumber energi. Masih banyak sumber-sumber energi alam yang belum
terpakai. PLN pasti memiliki banyak tenaga ahli, apalagi didukung riset-riset
perguruan tinggi, maka beragam sumber energi alternatif akan ditemukan. Lebih
dari itu, sebagai perusahaan BUMN yang bertugas memenuhi hajat hidup orang
banyak, PLN bisa mengembangkan energi sosial.
Energi sosial (soziale
energie) adalah daya-daya hidup (lebenskraft)
yang melahirkan dan mengembangkan suatu peradaban. Di dalamnya terdapat
kreativitas untuk mencipta, dan insting dasariah setiap kehidupan untuk
melindungi dan mengembangkan dirinya. Di dalamnya juga terdapat hasrat untuk
diakui sebagai ada (existieren)
dengan segala keunikan dan dorongan khas daya-daya hidup yang ada di dalamnya.[1]
Menurut Uphoff (1987) terdapat tiga sumber utama energi
sosial untuk membangun masyarakat, yaitu: [2]
1.
Ide (ideas): berupa konsep dan simbol yang diterima bersama. Dimana ide
positif yang ada dalam suatu masyarakat
dapat dibagi dan disebarluaskan tanpa hilang atau berkurang. Dalam pengembangan
ide lebih baik menggunakan proses belajar karena akan menghasilkan ide-ide dan
informasi sebagai konsekuensi yang diharapkan dari tindakan.
2.
Cita-cita (ideals): berupa nilai-nilai dan norma-norma bersama. Dimana harapan
yang dimaksud merupakan nilai dan norma yang dijadikan sebagai acuan untuk mencapai
tujuan komunitas dengan mengutamakan kepentingan bersama dibanding ego atau
kepentingan individu
3.
Persahabatan (friendship) dalam bentuk solidaritas
bersama. Solidaritas bersama ini merupakan daya untuk mencapai cita-cita yang
dikukuhkan bersama. Iklim persahabatan ini akan mengurangi ketegangan,
kompetisi dan kesalahpahaman yang sering menjadi akar konflik pada
masyarakat.
Ketiga hal di atas perlu dikembangkan untuk mendapatkan
nilai-nilai positif dalam konsepsi dan dinamika masyarakat. Sebab ide tidak
akan berkurang setelah diberikan kepada orang lain. Nilai gagasan tertentu
mungkin berkurang jika berasal dari posisi monopoli (kerahasiaan), namun
volumenya dapat meluas tanpa batas. Sedangkan cita-cita akan memiliki arti dan
makna bila dimiliki oleh banyak orang dibanding oleh individu. Selain itu
cita-cita bersama akan meningkatkan hubungan positif dalam masyarakat yang
memiliki kepentingan bersama.
Energi sosial tersebut merupakan kekuatan potensial. Di saat
tertekan, ketika berada dalam ancaman besar, tatkala menghadapi problem
kolektif yang menakutkan, justru energi sosial itu tampil sebagai pahlawan.
Semakin keras pressure dan badai
krisis itu, semakin solid kebersamaan dalam energi sosial kita. Sejarah
mencatat, rasa persatuan, semangat solidaritas dan kebersamaan sebagai bangsa
juga berkat dorongan energi sosial. Energi sosial ini akan menjadi modal yang
sangat hebat, jika kita bisa membangkitkan energi sosial negeri ini untuk
melompat lebih jauh dalam percepatan pembangunan ekonomi.[3]
Energi sosial ini kemudian akan menjadi modal sosial (social capital) untuk membangun
masyarakat. Karena modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan
umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa
dilembagakan pada kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar,
demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang paling besar, negara, dan
seluruh kelompok lain yang ada di antaranya (Fukuyama 2007).[4]
Apa yang Dilakukan
PLN?
Dalam konteks pengembangan energi sosial, banyak hal yang dapat
dilakukan oleh PLN melalui pemberdayaan masyarakat dan kemitraan PLN-Pemerintah
Daerah-Masyarakat. Salah satunya dengan mengintegrasikan Bank Sampah dengan Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Hal tersebut logis dilakukan karena
masyarakat memiliki “kekuatan” yang bisa digali dan disalurkan akan merubah
menjadi energi yang besar untuk mengatasi masalah yang mereka alami. Cara
menggali dan mendayagunakan sumber daya yang ada di masyarakat inilah yang
menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat (Hikmat 2006).[5]
Energi sosial masyarakat dapat dibangkitkan melalui
pemberdayaan dan pendampingan oleh pekerja sosial profesional. Menurut penulis
PLN sudah berpengalaman melakukan kegiatan tersebut seperti melalui Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR).[6]
Dalam konteks ini pelaksanaannya perlu dilakukan lebih masif, difokuskan untuk membangun kelembagaan
pengelolaan sampah pada level masyarakat secara nasional di daerah-daerah
perkotaan.
PLN dapat mengembangkan Bank Sampah di kota-kota besar di
tanah air. Sebab hingga saat ini sampah masih menjadi persoalan serius meskipun
sudah ada tempat pembuangan akhir (TPA) sebagai muara pembuangan sampah rumah
tangga. Pengelolaan TPA yang kurang baik menjadikan sampah terus menumpuk dan
membutuhkan tempat-tempat baru. Padahal secara teknologi sampah dapat dijadikan
sebagai sumber Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Output Bank Sampah yang ada selama ini umumnya masih untuk
bahan baku industri daur ulang. Dengan memberdayakan masyarakat untuk menabung
di Bank Sampah, maka PLN dapat mengumpulkan bahan baku energi PLTSa siap pakai.
Sebab pemilihan dan pemilahan sampah yang layak dilakukan oleh masyarakat.
Untuk pembangunan infrastruktur Bank Sampah, PLTSa, dan transportasi sampah ke
pembangkit, PLN dapat bekerjasama dengan
Pemda setempat. Karena mereka juga berkepentingan dengan pasokan energi untuk
masyarakatnya. PLTSa sendiri idealnya dibangun dekat dengan TPA, karena
lokasinya jauh dari penduduk.
Masyarakat yang menabung di Bank Sampah, tentunya harus
mendapat insentif. Nah insentifnya tidak perlu dalam bentuk uang tunai, tetapi
cukup voucher listrik prabayar atau deposit pembayaran listri pascabayar.
Dengan demikian, PLN mendapat tiga keuntungan sekaligus: menjalankan
tanggungjawab sosial perusahaan, mendapat pasokan sumber energi PLTSa dan mencegah
tunggakan listrik.
Dengan integrasi Bank Sampah-PLTSa maka PLN dalam jangka
panjang dapat berkontribusi meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara fisik
maupun sosial. Sampah yang biasanya hanya menjadi ‘sampah’, ke depan dapat dijadikan
sebagai sumber energi alternatif. Dengan demikian, secara alamiah kepedulian
masyarakat terhadap penanganan sampah yang baik akan meningkat.
Untuk meningkatkan partisipasi publik, setiap perayaan Hari
Listrik Nasional (HLN), PLN dapat memberikan award kepada individu, komunitas, maupun Pemda yang berhasil
mengelola sampah yang baik. Dengan demikian spirit mengubah energi sosial
menjadi energi listrik juga semakin tinggi. Sehingga tujuan pembangunan nasional
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat tercapai.
Model pengembangan energi sosial menjadi energi listrik |
1.
Bagi masyarakat,
kebersihan lingkungan akan semakin baik, karena kesadaran untuk mengelola sampah
secara mandiri semakin tinggi. Masyarakat juga memperoleh pendapatan alternatif
untuk pembayaran listrik melalui Bank Sampah yang terdapat di lingkungannya. Selain itu, energi yang dihasilkan akan kembali ke masyarakat sehingga dapat meningkatkan rasio elektrifikasi.
2.
Bagi Pemerintah
Daerah, permasalahan pengelolaan sampah bisa teratasi karena dapat bermitra
dengan PLN dan masyarakat. Dengan adanya PLTSa maka penumpukan sampah dapat
berkurang drastis setelah diubah menjadi sumber energi.
3.
Bagi PLN,
perusahaan tersebut memperoleh pasokan sumber listrik alternatif secara berkelanjutan
meskipun dalam skala mikro-menengah. Namun sumber energi tersebut tidak akan
habis karena seiring dengan bertambahnya penduduk volume sampah juga akan
meningkat.
[1] Wattimena
RAA. 2013. Energi Sosial dan Politik
“Autoimmun”. Artikel tersedia di:
http://rumahfilsafat.com/2013/04/06/energi-sosial-dan-politik-autoimmun/
[2] Uphoff N. 1987. Drawing
on social energy in project implementation: A learning process experience in
Sri Lanka. Paper prepared for
presentation at annual
meeting of the American Society for Public Administration, Boston, March 30,
1987. Tersedia di: http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/pnaaw725.pdf.
[3] Rajasa
H. 2011. Bangkitkan Ekonomi Bermodal
Energi Sosial. Artikel Tersedia di:
http://www.jpnn.com/read/2011/06/17/95394/Bangkitkan-Ekonomi-Bermodal-Energi-Sosial-
[4] Fukuyama F. 2007. Trust.
Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta (ID): Qalam.
[5] Hikmat H. 2001. Strategi
Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.
No comments
Post a Comment