Ayat-Ayat Penyengat
Ayat-Ayat Penyengat
: sumpah pelaut
: sumpah pelaut
/1/
berlayar ke laut lepas, laut tak berbatas
bersebati dengan tiang dan kemudi
pelabuhan cahaya menjulang serupa karang tak
bertuan
itukah pelabuhan tuan segala tuan?
tak ada yang setia pada kutukan
menyinggahi pulau-pulau lebam, karena dendam,
karena perang
sebab masih ada jalan menuju pulang
melewati empat selat, rerimbun makrifat
bersumpahlah! kembali ke tanah ibumu
menafsir peta pelayaran, di rumah melayu
di rak-rak tersembunyi, tempat meditasi dan
mengenali diri
tersebab apa sesat berabad-abad?
/2/
ikat
tiang kuat-kuat, tali warna-warni
agar tak
retak diterjang ombak, dimaki badai
bentangkan
layar ke segala penjuru
sambil
mengeja ayat-ayat tuanmu
sampai
lambung mengering
karena
laut, menggarami hidup
yang kau
lumuri
pecahan
logam, berlipat dan berkarat
singgahlah
menuju kiblat
sebab ada
janji yang tergadai
sejak
mulai menyusu di rahim ibumu
ambil,
dengan tangan seorang jantan
/3/
terus pandang tujuan, ke depan
sambil mendengar siulan merdu
ikan-ikan di terumbu
yang terpesona pada wangi perahu
kayuhlah dayung
sambil menabuh kompang
bukan genderang perang
atau menghunus pedang
biar matahari merontokkan anyir di tubuhmu
yang menjelma retakan-retakan
setiap melewati gugusan karang
sebab kaki terpaku di buritan
/4/
masihkah mutiara teluk itu?
yang tertangkup di hatimu
kilaunya menjalar sampai ke dada
mengunci segala murka
simpanlah, pelayaran masih panjang
melewati palung dan ceruk dalam
yang menggelincirkan ingatan dan tujuan
di lembah segala celaka
sebab para perompak mengintai dari balik kabut
yang berhulu dalam perahu, perompak di hatimu
sibaklah dengan ketukan lembut
perlahan sambil mengenali diri
/5/
di bibirmu, sayap tumbuh dan mengembara
ke segala warna bendera dan bahasa
pulau-pulau dan dermaga
sambil mengeja nama-nama
singgahlah sejenak, memetik buah kelapa
dari pohon-pohon yang menua
sebab di laut, selalu ada dahaga
karena angin mengirimkan asin yang sama
di keramaian pulau
tancapkan bendera melayu
yang menyatu dengan perahu
dengan marwahmu
/6/
adakah mercu suar di sana?
yang dirambati rempah dan ramuan
penghangat musim hujan
musim badai topan
warna bintang dan pecahan kerang akan memandu
menghindari seteru dari ujung pulau
lalu kelembutan senandung perempuan
memberikan keharuman di buritan
ikan-ikan menjadi kawan
seperti burung-burung yang setia mengabdi
sebab di laut banyak karang
beracun muslihat dan dendam
/7/
badai-badai akan mendustai
kisah yang kauceritakan setiap pagi dan petang
di buku-buku tua, tempat siasat tercatat
menghindari sesat berabad-abad
ukirlah anak-anak di rahim perempuanmu
dengan mantera petualang, sambil berkaca pada
laut
karena tak ada yang sesempurna matahari
melayari awan, tanpa tertidur dan mendengkur
simpan kabar dari burung-burung
dari kampung, dalam senyap jubahmu
sambil membuang gugusan sampah yang mengendap di
hatimu
agar ditenggelamkan gelombang pasang
/8/
masih adakah pengkhianatan?
dalam setiap pelayaran dan persinggahan
simpan, simpanlah keris di pinggang
sebelum ada nyawa terbuang
tak ada kebenaran segala benar
sebab itu milik tuanmu, yang kaupuji
sejak matahari terbit dan terbenam
sambil mengirim isyarat cerita dan rencana
kekuasaan selalu membenamkan cinta
dalam sunyi laut, gemuruh ombak
yang membakar dan menetak
jagalah dari muslihat cuaca
/9/
jangan terus memahat kerikil dari palung hatimu
menjadi patung bertanduk
yang mengirim teluh, anak panah, mata badik
di liang luka
masih ada kelamin di tubuhmu?
simpan, simpanlah dari hantu laut
yang memburu makan malam
pesta dan perayaan
di pantai tak ada kedai
tempat orang-orang meledakkan peti
terus pegang kemudi
di depan, badai masih mengintai
/10/
jangan menjadi si malin kundang
yang melayari lautan penuh lumpur
dari air mata ibunya, peluh bapaknya
yang mengaramkan setumpuk luka
sebab janin di rahim perempuanmu
sedang mengasah pedang
dari tulang rusukmu
yang menancap di gang menuju rumah
apakah arti kesetiaan?
seperti laut yang setia pada terumbu
dan ikan-ikan yang menyusu
pada manisnya ganggang
/11/
beberapa
kayuh lagi akan sampai
jangan lupa jalan menuju pulang
menuju tanah ibumu, tanah moyang
kaulah lelaki yang menancapkan pancang
pegang janji yang tercatat
engkau bukan keturunan pengkhianat
dengan segala alasan
mengelabui nujuman
segeralah menancapkan bendera
di tanah melayu, dengan sumpah
sorak sorai dan mantera-mantera
setelah kapal merapat
/12/
kaukah raja itu?
yang ditahbiskan di ujung kampung
bukan sekadar perayaan
kembalinya para petualang
orang-orang menunggu, di depan pintu
kaukah laksamana itu?
setia pada amanah, pada marwah
bersebati dengan negeri
di laut lepas, kautemukan sumber segala ilmu
menuju tuan segala tuan
tiba di penyengat, ayat-ayat itu
lebih dari sekadar nujuman
2007
*Puisi ini merupakan tafsir bebas atas Gurindam Duabelas karya Raja Ali Haji
** Puisi ini pemenang pertama kontes penulisan puisi nasional “Tafsir Bebas Gurindam Duabelas” Raja Ali Haji Award, Dewan Kesenian Kepulauan Riau (2007). Catatan tentang Bintan Art Festival 2007 dapat dibaca di LINK INI
** Puisi ini pemenang pertama kontes penulisan puisi nasional “Tafsir Bebas Gurindam Duabelas” Raja Ali Haji Award, Dewan Kesenian Kepulauan Riau (2007). Catatan tentang Bintan Art Festival 2007 dapat dibaca di LINK INI
No comments
Post a Comment