Apa yang Anda Cari di Rimba Pers Mahasiswa?
Oleh M Badri
Pers bisa saja jadi sesuatu yang baik atau buruk,
namun tentu saja tanpa kebebasan pers, pers hanya akan jadi buruk
(Albert Camus, Filsuf, 1913-1960)
Tidak salah apa yang dikatakan filsuf di atas, bahwa pers bisa menjadi
sesuatu yang baik atau buruk. Tergantung misi orang-orang pers tersebut, untuk
menyuarakan kepentingan apa dan siapa (?). Di sinilah pekerja pers dihadapkan
pada dua sisi mata pena yang masing-masing bisa menghancurkan. Lalu siapkah
Anda sebagai pemegang pena memilih posisi mana, di tengah kebebasan pers yang
nyaris tiada batas ini? Maka ketika Anda bergabung dengan pers mahasiswa, Anda
akan banyak belajar bagaimana melihat dunia dengan kaca mata intelektual.
Tulisan ini bukan makalah atau materi yang bersifat menggurui. Ini hanyalah
catatan perenungan bagi Anda yang akan memasuki rimba pers mahasiswa dalam
sebuah petualangan yang melelahkan.
Anda Beruntung Mengenal Pers Mahasiswa (Persma)
“Lho kok beruntung, Mas?” Tanya seorang teman suatu ketika. Jawaban saya
simpel: sebab Anda akan memasuki rimba belantara (baca: organisasi kampus
tempat menempa pikiran kritis para aktivis mahasiswa, sering juga disebut kawah
candradimuka) lain dari yang lainnya. Sesuatu yang mungkin tidak Anda kenal
sebelumnya. Sesuatu yang mungkin Anda anggap sepele. Sesuatu yang mungkin Anda
anggap remeh. Sesuatu yang mungkin juga Anda anggap menakutkan. Dan banyak lagi
sesuatu yang tidak akan pernah Anda ketahui sebelum Anda ikut berpetualang di
dalamnya. Hal itu sama seperti yang saya alami ketika pertama kali mengenal
persma. Banyak sekali pertanyaan yang menyelimuti benak saya yang kala itu
masih terbilang innocent di dunia kampus, pengetahuan minus
tentang organisasi. Sebab itulah saya mencoba (sekali lagi sekadar mencoba)
alias ikut-ikutan masuk ke dalam persma. Mengikuti diklat jurnalistik dasar
selama tiga hari satu malam, wuihhhh..... jenuhnya! Dijejali beragam materi
diklat yang masih kita anggap aneh. Akhirnya hanya mendapatkan lelah sebab
hampir semua materi hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Saya yakin
hal ini juga akan Anda alami........
Lalu dengan kejenuhan itu apakah kita akan berhenti? Dan dengan selembar
sertifikat diklat jurnalistik dasar sebagai upah mendengarkan materi diklat
selama tiga hari satu malam, kita merasa sudah menjadi mahasiswa ‘hebat’?
Sehingga tidak perlu lagi menambah wawasan dan ilmu? Hanya orang yang
berpikiran kerdil, mudah puas dengan keadaan, dan tidak ingin maju saja yang
melakukan hal itu. Sebab waktu tiga hari tidak cukup untuk membuka mata kita
dan melihat seperti apa sich dunia jurnalistik itu sesungguhnya. Untuk
mendapatkan jawabannya maka saya kembali ikut-ikutan (sekali lagi ikut-ikutan)
masuk sebagai bagian dari tim redaksi persma, hanya dengan modal semangat saja.
Mengapa saya sebut sebagai tim? Karena di redaksi persma tidak ada gunanya kita
menonjolkan kekuatan individu. Kerja dalam timlah yang mengajarkan kepada kita
bagaimana belajar hidup dalam sebuah kelompok yang masing-masing beranggotakan
individu dengan beragam pemikiran berbeda. Bukan sekadar teknik menulis, teknik
memburu berita dan beragam teknik lainnya (meskipun sebenarnya teknik itu tidak
akan Anda dapatkan di jurusan Anda kuliah). Pada konteks ini saya berpikir,
masuk ke dalam persma seperti kuliah di satu jurusan tapi mendapatkan dua
disiplin ilmu sekaligus. Yang satu ya itu tadi: ILMU JURNALISTIK PRAKTIS.
Tahun pertama memang menjadi hari-hari menjenuhkan di persma. Belum punya
status alias magang, tiap hari disuruh wawancara ini itu, nulis ini itu, dan
segudang tetek bengek lainnya. Memang begitulah hidup di
rimba: siapa yang kuat (secara mental) dialah yang akan bertahan. Dan ini
menjadi pelajaran berarti bagi saya, meskipun pernah hampir go out tetapi
akhirnya mampu bertahan beberapa tahun dan menjadi ‘penguasa rimba’, sesuatu
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Beberapa rekan seangkatan diklat,
satu per satu mulai mundur karena tidak tahan menapaki semak belukar, rawa-rawa
dan lolongan binatang buas sebagaimana kita berada di tengah rimba belantara.
Akhirnya beberapa tahun kemudian, apa kata mereka?: SAYA MENYESAL, MENGAPA DULU
KELUAR DARI PERSMA. Nah!
Penyesalan memang selalu datang belakangan. Terlebih bila mereka mengetahui
bahwa orang-orang yang bertahan telah mendapatkan ‘madu’ dari kerja keras
mereka selama ini. Untuk itulah penyesalan mereka semoga menjadi pelajaran
berharga bagi Anda semua yang baru saja memasuki pintu gerbang rimba belantara
persma. Sebab saya yakin Anda semua adalah orang-orang yang mempunyai jiwa
petualang dan selalu ingin tampil inovatif. Kalau tidak, mengapa Anda harus
repot-repot ikut mendaftar diklat jurnalistik? Lebih baik tidur siang di rumah
dan mimpi indah. Tapi apakah hidup hanya cukup dengan mimpi? Meskipun kadang
mimpi itu penting untuk merencanakan visi kita ke depan. Karena itulah saya
berpikir: Anda semua yang mengikuti diklat jurnalistik adalah mahasiswa yang
bermental baja dan tidak akan mundur sebelum mendapatkan ilmu yang Anda cari.
Ini mungkin sebuah tantangan sederhana yang akan Anda jawab sendiri: KALAU SAYA
BERHENTI DI TENGAH JALAN BERARTI SAYA TERMASUK ORANG-ORANG KALAH YANG MUDAH
MENYERAH DAN TIDAK INOVATIF. Itu bukan jawaban dari saya, tetapi Anda sendiri
yang akan mengatakannya nanti. Maka kalau tidak ingin mengalami penyesalan
seperti rekan saya beberapa tahun lalu, Anda harus membuktikan kepada diri
sendiri bahwa Anda adalah seorang petualang. Karena pada hakikatnya hidup itu
sendiri adalah bagian dari petualangan, di mana hasilnya akan kita dapatkan di
alam akhirat nanti.
Apa yang Anda Cari?
Itu adalah pertanyaan sederhana. Setiap orang pasti mempunyai jawaban
berbeda ketika diberi pertanyaan tersebut. Apa yang saya cari? Yah, apa yang
akan saya dapatkan ketika saya harus bertungkus lumus di rimba persma. Anda
semua pasti mempunyai pertanyaan seperti itu kepada diri sendiri, ketika
pertama kali membaca pengumuman pendaftaran diklat jurnalistik. Setelah
menemukan gambaran sekilas maka Anda segera mendaftar. Dan masih dengan
ketidaktahuan Anda, sekarang ini tanpa sadar Anda sudah berada di gerbang rimba
persma. Bila sudah menemukan gambaran tentang apa yang akan Anda cari dari
kegiatan ini, maka Anda termasuk yang beruntung. Sebab tidak sedikit yang
awalnya hanya ikut-ikutan tanpa mempunyai harapan yang jelas, ya seperti saya
dulu misalnya. Baru kemudian sesudah beberapa langkah masuk ke dalam mulai
menemukan gambaran: OH, TERNYATA INI YANG SAYA CARI!
Tentu saja ada berbagai macam motivasi mengapa Anda mengikuti kegiatan ini.
Tetapi pada dasarnya semua pasti ingin tahu lebih dulu. Secara garis besar
dapat saya gambarkan tujuan Anda tersebut dalam bagan berikut ini:
(gambar tidak tampil)
Melihat bagan tersebut tentu saja Anda tahu sekarang ini berada pada posisi
yang mana. Dan untuk mendapatkan jawabannya Anda harus berada di dalamnya,
sebab tidak cukup bila Anda hanya melihat dari luar atau melongok dari tepinya
saja. Saya hanya mengatakan Anda tidak akan menyesal berada di dalam rimba
persma. Dari sanalah Anda akan mengetahui apa itu idealisme yang menjadi
jantung kehidupan persma. Bagaimana Anda harus bekerja dalam sebuah tim,
dituntut berpikir kritis tapi tidak anarkis. Bagaimana proses transformasi
ilmu, sehingga Anda akan mendapatkan berbagai ilmu jurnalistik (reportase,
penulisan, fotografi, desain grafis, periklanan dan sebagainya) yang tidak akan
pernah Anda dapatkan di bangku kuliah kecuali bila Anda kuliah di Jurusan
Jurnalistik atau Ilmu Komunikasi.
“Lalu bagaimana bisa menguasai semuanya, Mas?” Pertanyaan seperti itu
pernah dilontarkan salah seorang junior di persma. “Anda harus aktif dan
proaktif!” kata saya. “Maksudnya?” Dia masih bingung. Karena merasa perlu untuk
memberikan kunci jawabannya, akhirnya saya katakan: “Anda harus menjadi orang
pertama yang menyelesaikan tugas, dan jangan sekali-kali melalaikan
tanggungjawab alias tidak amanah. Sebab dari sanalah transformasi ilmu itu
berproses, karena keberhasilan Anda berada di tangan Anda sendiri. Anda
pelajari apa yang ada di persma maka Anda akan berhasil menggali ilmu sampai
sedalam-dalamnya.” Dia manggut-manggut, tapi malah curhat, “Saya
sering jenuh di sini Mas, belum lagi tugas-tugas kuliah. “Anda akan jenuh kalau
hanya diam dan tidak berbuat apa-apa, apa lagi kalau hanya sekali-sekali datang
ke kantor persma, nongkrong sambil nonton, ogahbelajar, ogah membaca
dan satu ransel ogah-ogahan lainnya. Saya kira kuliah tidak
akan terganggu kalau Anda bisa membagi waktu dengan baik. Apa dengan kuliah
saja Anda sudah merasa pintar?”. “Iya sih...” Dia langsung ngacir ke
ruang komputer sambil membawa beberapa majalah dan buku. Kadang saya sebal juga
kalau mendengar kata ‘kuliah’ masih menjadi alasan yang menyebabkan mahasiswa
pasif. Sebab menjadi mahasiswa saja tidak cukup, karena sekarang ini dunia
kerja mencari fresh graduated yang mempunyai wawasan dan
pemikiran luas serta mampu berinteraksi dalam tim. Tentunya hal itu hanya
dipenuhi mahasiswa yang aktif berorganisasi (apa pun). Itu pendapat saya
pribadi lho? Tapi Anda bisa membuktikannya nanti.
Kembali ke masalah persma. Anda masuk ke dalam rimba persma bukan berarti
selesai kuliah Anda wajib menjadi wartawan. Tidak harus! Meskipun arah untuk
menuju ke sana terbuka lebar, sebab rata-rata media massa di daerah maupun
nasional selalu mengutamakan mereka yang pernah aktif di persma. Banyak hal
yang bisa mendukung cita-cita Anda di kemudian hari, embrionya berasal dari
persma. Apa pun bidang yang akan Anda geluti, Insya Allah dengan
kematangan wawasan Anda ketika berada di persma, Anda akan menjadi orang yang
diprioritaskan. Kenapa demikian? Karena di persma Anda akan dibiasakan bergaul
dan mengenal karakter orang-orang yang menjadi stakeholders. Dari
sanalah Anda mempunyai manajemen bagaimana mengelola lingkungan sekitar menjadi
sebuah kekuatan yang akan mendukung karir Anda. Bagaimana mengelola perbedaan
menjadi kekuatan yang mempersatukan. Apalagi kalau Anda memang benar-benar
ingin menjadi wartawan, dunia pers saat ini membutuhkan alumni-alumni persma.
Sehingga jangan takut tidak mendapat pekerjaan setelah tamat nanti. SEMUA
TERGANTUNG ANDA!
Belajar Maka Anda Bisa!
Pepatah itu sejak kecil lekat dengan kita. Sebagai contoh, sewaktu kita
ingin sekali bisa naik sepeda maka kita harus rajin belajar. Tahap demi tahap,
meskipun harus sering jatuh bangun dan badan lecet. Tapi itulah dinamika yang
harus kita lalui. Begitu juga bila Anda ingin mendapat ‘madu’nya persma, maka
Anda harus belajar! Setidaknya kalau Anda sudah berada di persma, maka Anda
akan menjadi wartawan kampus. Suatu predikat yang membuat Anda dianggap ‘serba
tahu’ oleh mahasiswa lainnya, meskipun kenyataannya tidak selalu demikian.
Untuk itulah membaca adalah menjadi kegiatan wajib yang harus Anda lakukan
ketika Anda berada di rimba persma dan menjadi petualang di ranah berita.
Setidaknya ada lima modal dasar yang harus Anda ketahui untuk menapaki rimba
persma. Pertama adalah kejujuran. Tanpa kejujuran bagaimana
wartawan bisa melihat fakta dengan jelas? Kedua, harus dapat
menyajikan berita secara akurat. Ketiga, harus melakukan cek
dan ricek atas berita yang telah ditulis. Keempat, berpikiran
terbuka. Seorang wartawan harus selalu berpikiran terbuka dan mau menerima
pendapat orang lain. Kelima, tanggungjawab. Tanggung jawab
harus selalu ada atas setiap berita yang dimuat karena berita tersebut
dapat mempengaruhi orang banyak. (REPUBLIKA, 13 Juli 2003).
Kelima hal
di atas dapat dianalogikan sebagai peralatan yang akan membantu Anda mencapai
tujuan ketika Anda berada di rimba persma. Sebab hitam putih langkah Anda ke
depan nanti yang akan menentukan adalah Anda sendiri. Amartya Sen, pemenang
nobel bidang ekonomi 1998, dalam artikel eksklusif “Apa Pentingnya Kebebasan
Pers?” untuk World Association of Newspaper (WAN) pada Hari Kebebasan Pers
Sedunia pada 3 Mei, mengatakan “Pers dapat mengganggu dan menyerang lewat
laporan yang dipelintir, dan dia juga dapat merusak hidup dengan melanggar
wilayah pribadi seseorang. Tetapi kebebasan pers penting untuk beberapa alasan
penting yang berbeda, dan adalah berguna untuk memilah masing-masing
kontribusi-kontribusinya. Pertama––dan barangkali paling mendasar––berhubungan
dengan kontribusi langsung pada kemerdekaan berbicara pada umumnya dan
kebebasan pers pada khususnya terhadap kualitas hidup kita” (KORAN TEMPO, 2 Mei
2004).
Itulah salah satu alasan mengapa Anda saya katakan beruntung mengenal
persma. Di rimba persma inilah Anda akan dididik menjadi aktivis pers yang
bermoral, sehingga dapat melihat mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang
dilarang. Sebab kran kebebasan selalu menimbulkan beragam dampak positif dan
negatif. Dengan belajar maka Anda akan tahu kode etik yang mengarahkan Anda
pada rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Lalu bagaimana dengan disiplin
ilmu lain? Semisal desain grafis, penulisan kreatif , periklanan dan
sebagainya? Anda akan mendapatkannya dengan belajar! Semua fasilitas tersedia,
tergantung bagaimana Anda memanfaatkannya. Tetapi tentu saja Anda harus
menumbuhkan spirit bagaimana persma ini sebagai rumah Anda sendiri. Di mana
Anda harus menjaga dan membesarkannya. Di mana masa depan persma setelah Anda
selesai nanti juga menjadi tanggungjawab Anda. Sikap memiliki itulah yang akan
mengantarkan Anda menjadi orang yang berhasil dalam karir organisasi di persma.
Dan sekarang ini persma yang akan Anda masuki adalah AKLaMASI.
Begitu masuk beberapa langkah ke dalam rimba AKLaMASI, Anda nanti akan
menemukan orang-orang yang memiliki kebebasan berekspresi. Anda yang sebelumnya
tidak tahu apa-apa dengan bahasa, tidak mustahil akan menjadi penulis hebat
setelah berinteraksi dengan mereka. Anda yang sebelumnya buta dengan komputer,
tidak mustahil akan menjadi desainer grafis yang saban hari ‘berkencan’ dengan
mahluk dari dunia elektron tersebut. Anda yang sebelumnya malu berhadapan
dengan orang, tidak mustahil akan menjadi negosiator berpengaruh. Itu semua
akan Anda dapatkan bila Anda rajin belajar dengan semangat: SAYA HARUS BISA!
Percayalah bila Anda sudah mendapatkan ‘madu dari petualangan Anda di rimba
persma ini, maka Anda akan merasa kehilangan ketika harus meninggalkannya.
Seperti ketika Anda harus meninggalkan rumah dengan orang-orang yang sangat
Anda sayangi. Orang-orang yang membuat hidup Anda lebih hidup (meminjam slogan
Star-Mild). Sebab di sini Anda akan mendapatkan keluarga baru di rumah baru,
fakultas baru, jurusan baru, dan tempat nongkrong baru. Anda
tidak akan merasa kesepian saat berpetualang di rimba persma. Anda tidak akan
merasa sendirian ketika mendapat rintangan. Anda tidak akan merasa ketakutan
ketika mendapat ancaman. Anda tidak akan merasa kecil di hadapan orang-orang
besar. Karena Anda berada di antara orang-orang yang mempunyai semangat besar.
Dan untuk menjadi orang yang berhasil maka Anda harus membayar mahal dengan
ikut bertungkus lumus dan terlibat dengan berbagai kegiatan jurnalistik yang
mereka lakukan. Anda pasti akan merasa senang ketika tulisan yang Anda hasilkan
dengan kerja keras dibaca orang. Anda pasti akan merasa ‘bagaimana gitu’ ketika
Anda sebagai orang yang sebelumnya tidak mengerti apa-apa ternyata bisa membuat
koran. Sanggup menghasilkan suatu produk media cetak bersama tim Anda yang
sebenarnya masih sama-sama belajar. Maka dengan bangganya Anda (mungkin) akan
membawa koran yang Anda buat sendiri itu ke rumah Anda di kampung, lalu Anda
tunjukkan kepada orangtua Anda hasil kerja keras tersebut. Maka orangtua Anda
juga akan bangga dengan Anda. Dalam hati mungkin mereka akan berkata: KAMI
BANGGA DENGAN ANAK KAMI! DIA TELAH SELANGKAH LEBIH MAJU DARI KAMI, SEMOGA KELAK
MENJADI ORANG YANG BERHASIL!
Kata-kata itu sangat sederhana sekali. Tapi kebanggaan dari orangtua bisa
menjadi doa yang mengiringi kita dalam menapaki jalan terjal kehidupan.
Bagaimana kekuatan doa dari kedua orangtua kita menjadi cambuk bagi kita untuk
terus bersemangat menjalani hidup. Maka sekali lagi saya menekankan kepada Anda
mahasiswa yang beruntung: TUNJUKKAN KEPADA DUNIA BAHWA ANDA ADALAH ORANG-ORANG
YANG INOVATIF. JANGAN BERHENTI DI TENGAH JALAN SEBELUM ANDA MENDAPATKAN ‘MADU’
DARI PETUALANGAN ANDA DI RIMBA PERSMA. JANGAN MENYERAH TERHADAP SEMAK BELUKAR,
RAWA-RAWA DAN LOLONGAN BINATANG BUAS SEBAGAIMANA ANDA BERADA DI TENGAH RIMBA
BELANTARA. SAYA YAKIN ANDA BUKAN ORANG-ORANG YANG LEMAH SEMANGAT......***
*Tulisan ini disampaikan dalam Diklat Jurnalistik Mahasiswa Dasar se-Riau
2005. Tabloid Mahasiswa AKLaMASI Universitas Islam Riau, Pekanbaru, Maret 2005.
*Penulis adalah mantan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Tabloid AKLaMASI.
No comments
Post a Comment