Breaking News

Menggali CSR untuk Perpustakaan

Tanggal 17 Mei sebagai Hari Perpustakaan Nasional nyaris hilang dari ingatan kita. Padahal perpustakaan yang identik dengan spirit budaya membaca berperan penting untuk membentuk karakter dan kecerdasan bangsa. Karena itulah, untuk merawat kecerdasan bangsa tersebut perlu berbagai langkah strategis dalam pengembangan perpustakaan. Salah satunya dengan menggali peran perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Apalagi pemerintah Indonesia juga mempertegas pentingnya CSR dalam Pasal 74 Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana, dalam penjelasan UU itu disebutkan CSR bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Menurut Sosiolog Imam B Prasodjo ada tiga hal yang menarik dipetik dari fenomena CSR di Indonesia. Pertama, karena kebuntuan yang terjadi melihat kinerja pemerintah yang korup dan tidak efektif. Kedua, melihat nature atau sifat perusahaan yang terdiri dari elemen-elemen yang lebih profesional, seharusnya mempunyai kualitas yang lebih berbobot dibandingkan birokrasi pemerintahan. Perusahaan dipandang lebih cerdas dan kreatif, sehingga bisa ikut mendorong munculnya model-model pembangunan komunitas atau masyarakat yang lebih segar. Ketiga, CSR diharapkan bisa membangkitkan atau menstimuli harapan baru terhadap munculnya sebuah perubahan. Sebab, pendekatan yang berkembang, CSR tidak hanya sekadar menjadi sinterklas, tetapi juga melibatkan masyarakat (BISNIS & CSR, November 2007).
Kenapa CSR untuk perpustakaan? Sebagai public service area, perpustakaan merupakan ruang yang banyak dikunjungi oleh masyarakat. Dalam perkembangannya, perpustakaan sudah memiliki banyak fungsi, seperti pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, rekreasi, penelitian, pelestarian khazanah budaya, ruang diskusi, dan berbagai pelayanan jasa lainnya. Melihat banyaknya fungsi perpustakaan, tentunya pengembangan perpustakaan perlu melibatkan banyak pihak. Tidak sebatas mengandalkan peran pemerintah atau swadaya masyarakat. Dengan melibatkan peran korporat dalam pengembangan perpustakaan, diharapkan isi perpustakaan semakin kompleks dan update.
Pemanfaatan CSR untuk pengembangan perpustakaan juga akan menjadi investasi jangka panjang. Karena sebagai salah satu sumber informasi dan ilmu pengetahuan, perpustakaan berperan penting untuk mencerdaskan masyarakat, terutama para pelajar dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Hal tersebut tentu saja akan membantu perbaikan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, mengingat saat ini masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap perpustakaan. Terutama masyarakat yang ada di daerah pedesaan, yang notabene dekat dengan perusahaan yang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam.
Dengan perubahan pola CSR yang saat ini masih cenderung ke arah kegiatan sosial seperti sunatan massal dan pembagian sembako, ke bidang perpustakaan diharapkan akan mengubah pola pikir CSR, dari charity ke investasi. Karena ketentuan lebih lanjut mengenai CSR oleh Peraturan Pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan, menyebabkan banyak pelaksanaan CSR yang tumpang tindih dan tidak terarah. Hal ini antara lain karena tidak adanya standar operasional alokasi dana CSR.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, tentunya diperlukan strategi dalam penerapan CSR untuk pengembangan perpustakaan. Tujuannya untuk membangun kemitraan strategis antara perusahaan dengan masyarakat, dalam hal pengembangan intelektual masyarakat melalui peningkatan kualitas perpustakaan. Dengan kemitraan ini, tentunya perusahaan akan memiliki pencitraan positif. Karena melalui CSR untuk perpustakaan, corporate image akan terus melekat ke generasi penerus bangsa. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan intelektualitas terpenuhi. Hal inilah yang menjadi inti dari CSR, terbentuknya simbiosis mutualistis antara perusahaan dan masyarakat.
Melalui pengembangan perpustakaan, perusahaan juga ikut mendukung pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang targetnya antara lain menghapuskan tingkat kemiskinan dan pencapaian pendidikan dasar secara universal. Untuk mendukung pencapaian dua hal ini sebenarnya kuncinya pada ilmu pengetahuan. Karena kemiskinan dapat dihapus melalui peningkatan pendidikan masyarakat. Sedangkan pendidikan akan berkualitas bila didukung oleh fasilitas yang memadai. Salah satunya ketersediaan perpustakaan sebagai sumber informasi dan ilmu pengetahuan.
Bentuk CSR untuk Perpustakaan
Dalam pengembangan perpustakaan, keterbatasan anggaran pemerintah masih menjadi masalah utama di Indonesia. Apalagi anggaran untuk peningkatan koleksi buku, jurnal, bahan digital, maupun fasilitas perpustakaan yang nyaman bagi pengunjung. Kondisi ini tentunya menyebabkan perpustakaan mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsinya, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks.
Praktik penerapan CSR untuk perpustakaan sangat beragam. Sejumlah perusahaan yang memanfaatkan anggaran CSR untuk pengembangan perpustakaan, juga memiliki strategi yang berbeda-beda untuk memenuhi kontribusinya kepada masyarakat ini. Namun secara garis besar ada empat model penerapan CSR yang dapat dilakukan perusahaan dalam merumuskan kebijakan CSR-nya.
Pertama,  pengembangan perpustakaan masyarakat. Sebab menurut Sutarno (2003) keberadaan sebuah perpustakaan di dalam suatu komunitas masyarakat salah satunya dapat terwujud bila ada keinginan dari suatu organisasi, lembaga, atau pemimpin selaku penanggungjawab institusi di suatu wilayah untuk membangun perpustakaan. Kedua, pengumpulan buku untuk perpustakaan. Program ini dijalankan dengan mengumpulkan buku-buku yang sudah tidak digunakan pemiliknya, baik itu buku pelajaran maupun buku cerita yang berguna bagi anak-anak. Agar semua pihak ikut merasakan kepedulian ini, semua karyawan beserta mitra kerja perusahaan dapat dilibatkan dalam program tersebut.
Ketiga, berpartisipasi di perpustakaan pemerintah dan perguruan tinggi. Dimana, perusahaan juga dapat memanfaatkan CSR untuk mengembangkan perpustakaan yang dimiliki oleh pemerintah dan perguruan tinggi, baik pengadaan buku maupun pendirian corporate corner di perpustakaan tersebut. Keempat, memfasilitasi wisata edukasi bagi pelajar, dengan merangsang mereka untuk mengunjungi perpustakaan. Apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di pedesaan masih jauh dari akses perpustakaan modern.
Dengan menerapkan CSR untuk pengembangan perpustakaan, maka perusahaan sudah menanam investasi jangka panjang. Karena keberadaan perpustakaan akan membantu masyarakat, khususnya pelajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keilmuan. Sehingga ke depan diharapkan akan muncul SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Maka pemanfaatan CSR untuk perpustakaan layak disebut investasi masa depan yang berkelanjutan. Dengan demikian, pencitraan positif perusahaan di benak masyarakat juga akan berkesinambungan. (*)
M Badri. Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FDIK UIN Suska. Tulisan ini dipublikasikan di Riau Pos, Kamis 2 Juni 2011.

No comments